TAMAN LINGSAR
Di Desa Lingsar terdapat sebuah taman peninggalan
sejarah dan purbakala yang cukup terkenal. Di dalamnya terdapat dua jenis
sarana kegiatan ritual keagamaan dari dua kelompok masyarakat dengan latar
belakang sejarah dan suku yang berbeda.
Di antara keduanya menamakan peninggalan bersejarah ini dengan sebutan
yang berbeda menurut kepentingan
masing-masing. Akan tetapi dalam tulisan ini disebut Taman Lingsar saja. Di
dalam taman ini terdapat dua buah bangunan pura yang penting yaitu Pura
Ulon dan Pura Gaduh. Pura Ulon Merupakan bangunan pertama di Lingsar
terletak di sebelah timur kompleks Taman
Lingsar sedangkan Pura Gaduh terletak di dalam kompleks taman, masyarakat umum mengenalnya dengan sebutan
Pura Lingsar saja.Kompleks bangunan ini dibedakan menjadi beberapa bagian
atau kelompok bangunan yaitu :
·
Kompleks kolam kembar bagian paling depan,
·
Halaman taman bagian atas di depan pura,
·
Halarnan bencingah bagian bawah depan kemaliq,
·
Kelompok bangunan pura di depan pagar,
·
Kelompok bangunan kemaliqdengan pesiraman di dalam pagar,
·
Telaga
ageng di sebelah selatan,
·
Pancuran sembilan yaitu tempat pemandian
laki-laki.Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam kompleks taman initerdapat
pura dan kemaliq.
·
Adapun fungsi masing-masing antaralain:
·
Pura merupakan saranakegiatan ritual bagi
pemeluk agama Hindu, padaumumnya bagi masyarakat Bali.
·
Kemaliq merupakan saranakegiatan ritual bagi
wargamasyarakat Wetu Telu yang pada umumnya dari suku Sasak.
Kedua kompleks bangunan ini letaknya
bersebelahan, menempati sisi sebelah timur kompleks taman. Antara keduanyadibatasi oleh pagar tembok. Pada tembok pembatas
tersebut terdapatdua buah pintu penghubung. Secara visual tampak dari luar
sebagaisebuah bangunan.Dalam perkembangan
selanjutnya, kemaliq tidak hanyadigunakan sebagai tempat pemujaan bagi
orang-orang suku Sasak saja tetapi
banyak juga warga keturunan China yang berkunjungkemari. Mereka pada umumnya
penganut ajaran agama Budha KongFu Tse. Dengan demikian kelompok
masyarakat yang melakukan pemujaan di
tempat ini menjadi bertambah. Suatu bentuk kebhinekatunggalikaan yang
sangat unik. Di lihat dari sisi kultur Taman Lingsar memiliki keunikan
tersendiri sehinggakeberadaannya menarik banyak pihak-pihak yang
merasa berkepentingan, sehingga semakin banyak pula pihak yang
menaruh perhatian. Sebagai sebuah obyek peninggalan,sejarah dan
purbakaladengan ciri yang khas dan unik. Taman Lingsar ini berfungsi
sebagaitempat ritual keagamaan, sarana rekreasi dan fungsi sosial
bagimasyarakat sekitarnya.Di tinjau dari segi usia dan keberadaannya, pura di
tamanLingsar ini termasuk bangunan pura yang tertua di Pulau Lombok.Dibangun
pada masa awal kedatangan orang Bali di Lombok denganmaksud untuk menetap yaitu
pada akhir abad ke 17 M.
Latar belakang
sejarah dari Taman Lingsar tidak dapat dipisahkan dariTaman Mayura, Pura Meru
di Cakranegara, Pura Suranadi di Suranadi,
dan Taman Narmada, sedangkan kemaliq sebenarnya sudah ada sebelum orang Bali
datang di Lombok sebagai tempat pemujaan bagi penganut Wetu Telu. Ajaran Wetu Telu pada dasarnya merupakan perpaduan
antara agama Hindu (Adwanta), agama Islam (sufisme), dan panteisme. Agama Hindu
yang di bawa oleh orang-orang Bali pada waktu itu tidak boleh dipaksakan kepada
orang lain. Yang boleh dipaksakan oleh raja Bali pada waktu itu hanyalah bahwa
semuaorang harus menyampaikan terima kasih kepada Tuhan menurut caranya
masing-masing. Berdasarkan prinsip tersebut, Raja Anak Agung Made
Karangasem pada akhir abad ke-19 M membangun Taman Lingsar. Oleh sebab itu,
kedua bangunan tersebut boleh digunakan kapan saja menurut keperluan
masing-masing. Sekali dalam setahun diadakan upacara bersama yaitu Perang
Topat. Pada hari yang sama mereka mengadakan kegiatan ritual di
tempatmasing-masing (Pura dan Kemaliq) sesuai dengan cara masing-masing.
Orang sasak penganut ajaran Wetu Telu pada umumnya percaya bahwa di Lingsar itu Raden Mas Sumilir dari kerajaan
Medayin (dekat Bertais sekarang) sering mengunjungi tempattersebut untuk
meminta kesuburan hujan. Lontar tentang silsilah raja tersebut dibaca setiap
tanggal 12Rabiul-Awal tahun Hijriyah.
Perang Topat diselenggarakan pada bulan keenam menurut perhitungan
kalender Bali atau bulan ketujuh menurut kalender Sasak. Biasanya pada
bulan November/Desember.
Pada umumnya upacara tersebut diadakan sebelum menanam
padi, tetapi sudah masuk musim penghujan.
Perang topat dilaksanakan sebagai wujud kegembiraan dan rasa terima
kasih kepada Yang Maha Kuasa dengan mengembalikan hasil tanam (berupa ketupat)
ke asalnya (tanah di Lingsar) biasanya
ketupat-ketupat tersebut dipercaya sebagai pupuk (sasak : bubus lowong) agar benih padi yang akan ditanam
dapat berhasil dengan baik. Kegiatan upacara ini dihadiri oleh warga
"Subak Ancar". Di dalam sistem pemerintahan Bali pada waktu itu,
rajamemegang pemerintahan, Pengadilan dan agama. Ketika Belanda datang berkuasa urusan pemerintahan dan pengadilan diambil alih
sedangkan urusan keagamaan tetap dipegang oleh raja, maka dua buah
bangunan sarana kegiatan ritual keagamaan tersebut beradadalam satu kompleks.
Dan kini, pengelolaan kompleks itu berada pada satu institusi yaitu Krama
Pura Lingsar.
TAMAN
LINGSAR
a) Lokasi
Di
Desa Lingsar Terdapat Sebuah Taman Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Yang Cukup
Terkenal. Di Dalamnya Terdapat Dua Jenis
Sarana Kegiatan Ritual Keagamaan Dari Dua Kelompok Masyarakat Dengan Latar
Belakang Agama Dan Suku Bangsa Yang Berbeda. Antara Keduanya Menamakan
Peninggalan Bersejarah Ini Dengan Sebutan Yang Berbeda Menurut Kepentingan
Masing-Masing. Oleh Karena Itu Dalam Tulisan Ini Hanya Disebut Nama “ Taman
Lingsar “ Saja. Sesuai Dengan Lokasi Keberadaanya.
Taman
Ini Terletak Di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Berjarak Kurang Lebih 7,5 Dari Kota Mataram. Prasarana Jalan Menuju Tempat Ini,
Baik Dari Kota Mataram Maupun Dari Bandar Udara Selaparang, Berupa Jalan
Beraspal Yang Cukup Bagus, Sehingga Mudah Dikjangkau Dengan Segala Jenis
Kendaraan.
b) Ukuran Dan Luas
Taman
Di Sekitar Pura Dan Kemaliq Lingsar Ini Pada Mulanya Sangat Luas, Tidak Kurang
Dari 40.000 Meter Persegi. Beberapa Bagian Dari Taman Ini Sekarang Telah
Berubah Menjadi Lahan Pertanian Dan Kebun, Misalnya Sawah Yang Terletak Di
Sebelah Selatan Telaga Ageng. Bagian Sebelah Barat Kolam Kembar, Dan Kebun
Manggis Yang Terletak Di Sebelah Timur Kelompok Banguna Pura Dan Kemaliq.
Pembenahan
Taman Yang Dilakukan Oleh Dinas Pariwisata Tk.I Nusa Tenggara Barat Dalam
Bentuk Pembuatan Gapura Dan Pagar Keliling Kompleks Kolam Kembar Pada Tahun
1993-1995, Praktis Mengubah ( Mengurangi ) Luas Taman, Karena Di Sebelah Barta
Kolam Kembar Itu Masih Terdapat Sebuah Kolam Yang Sebenarnya Merupakan Bagian
Dari Taman. Tetapi Dengan Dibuatnya Pagar, Kolam Yang Di Sebelah Barat Itu Kini
Menjadi Terletak Di Luar Taman Dan Kondisinya Menjadi Semakin Kurang Terawat.
Di
Dalam Kompleks Taman Ini Terdapat Dua Kelompok Banguna Sarana Kagiatan Ritual
Keagamaan, Yaitu Sebuah Pura Dan Sebuah Kemaliq. Di Halaman Depan Pura Dan
Kemaliq Terdapat Beberapa Buah Bangunan Terbuka, Yaitu :
a. Pada Halaman Ats, Depan Pura Terdapat Dua Buah Bale
Jajar Dengan Luas Masing-Masing 56.22 Meter Persegi Dan Satu Buah Bale Bundar,
Luasnya 36 Meter Persegi;
b. Pada Halaman Bawah, Disebut Halaman “ Bencingah “, Di
Depan Kemaliq Terdapat Dua Buah Sekepat Dengan Luas Masing-Masing 4,84 Meter
Persegi, Dan Dua Buah Dapur Yang Luasnya 10,5 Dan 29,7 Meter Persegi. Kompleks
Taman Ini Dapat Dikelompokkan Menjadi Beberapa Bagian Atau Kelompok Bangunan,
Yaitu : 1) Kompleks Kolam Kembar ( Bagian Paling Depan )
( 5.585,40 M2 ); 2) Halaman Taman Bagian Atas ( Di Depan Pura
Dan Sekitarnya ) ( 9.339,26 M2 ); 3) Halaman “ Bencingah “ (
Bagian Bbawah, Depan Kemaliq ) ( 1.920,00 ); 4) Kelompok
Banguna Pura ( Di Dalam Pagar )
1.179,80 );
5) Kelompok Banguna Kemaliq, Termasuk “ Pesiraman “ ( Di Dalam
Pagar ) ( 1.320,00 M2 ); 6) Telaga Ageng ( Kolam Besar,
Disebelah Selatan ) ( 6.230,00 M2 );
7) Pancuran Sembilan ( Tempat Pemandian Laki-Laki ) Dan
Sekitarnya ( 1.089,00 )
_________________________________________
+
Jadi Jumlah
Keseluruhan Nya = 26.663,34 M2
c) Fungsi
Telah
Dijelaskan Bahwa Di Dalam Kompleks Taman Ini Terdapat Pura Dan Kemaliq. Pura
Merupakan Sarana Kegiatan Ritual Bagi Pemeluk Agama Hindhu, Pada Umumnya Dari
Masyarakat Suku Bali. Kemaliq Merupakan Sarana Kegiatan Ritual Bagi Penganut
Ajaran “ Waktu Telu “, Pada Umumnya Dari Suku Sasak. Kedua Kelompok Taman.
Antara Keduanya Dibatasi Oleh Pagar Ttembok. Pada Tembok Pembatas Itu Terdapat
Dua Buah Pintu Penghubung. Secara Visual, Dari Luar Tampak Sebagai Satu
Kesatuan.
Dalam
Perkembangan Selanjutnya, Kemaliq Tidak Hanya Digunakan Sebagai Tempat Pemujaan
Bagi Orang-Orang Suku Sasak Saja, Tetapi Banyak Juga Warga Keturunan Cina Yang
Berkunjung Kemai. Mereka Pada Umumnya Penganut Agama Budha Dan Kong Fu Tse.
Dengan Demikian Kelompok Masyarakat Yang Melakukanpemujaan Di Tempat Ini
Menjadi Bertambah. Suatu Bentuk “ Kebhineka Tunggal Ikaan “ Yang Unik.
Dari
Penjelasan Tersebut Ditinjau Dari Sudut Cultural Taman Linggsar Memiliki
Keunikan Tersendiri, Sehingga Keberadaanya Sangat Menarik Bagi Pihak-Pihak Yang
Menangani Bidang Kepariwisataan. Semakin Banyak Pihak Yang Merasa
Berkepentingan, Semakin Banyak Pula Pihak Yang Menaruh Perhatian, Sehingga
Penanganan Taman Lingsar Menjadi Semakin Kompleks Dan Rumit.
Sebagai
Sebuah Objek Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Dengan Cirri Yang Khas Dan Unik,
Taman Lingsar Kini Mengemban Berbagai Fungsi Yaitu Sebagai Tempat Kegiatan
Ritual Keagamaan, Sarana Rekreasi Fungsi Social Bagi Masyarakat Di Sekitarnya.
d) Status
Sesuai
Dengan Usia Maupun Latar Belakang Keberadaannya, Tidak Diragukan Lagi Bahwa
Taman Lingsar Merupakan Objek Benda Cagar Budaya Sebagaimana Dimaksud
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Pasal 1.
Bangunan
Pura Dan Kemaliq Lingsar, Sejak Awal Dibangun Hingga Kini Tetap Digunakan
Sebagai Sarana Kegiatan Ritual Keagamaan. Oleh Karena Itu, Status Taman Lingsar
Merupakan Benda Agar Budaya Yang Masih Dimanfatkan Sebagaimana Fungsinya Semula
(Living Monument). Status Kepemilikiannya Ada Pada Karma Pura Lingsar. Karena
Kedudukannya Sebagai Benda Cagar Budaya, Maka Pemeliharaan Dan Pemanfaatannya
Di Bawah Pengawasan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
e) Latar Belakang Sejarah
Di
Lingsar Terdapat Dua Buah Bangunan Pura Yang Penting, Yaitu Pura Ulon Dan Pura
Gaduh. Pura Ulon Merupakan Bangunan Pura Yang Pertama Di Lingsar, Terletak Di
Sebelah Timur Kompleks Taman Lingsar. Pura Gaduh Terletak Di Dalam Kompleks
Taman, Masyarakat Umum Mengenalnya Dengan Sebutan Pura Lingsar Saja.
Ditinjau
Dari Segi Usia Dan Sejarah Keberadaanya, Pura Di Lingsar Termasuk Bangunan Pura
Tertua Di Lombok. Dibangun Pada Masa Awal Kedatangan Orang Bali Di Lombok
Dengan Maksud Untuk Menetap. Pada Akhir Abad Ke 17. Latar Belakang Sejarah
Keberadaannya Taman Lingsar Tidak Dapat Dipisahkan Dengan Sejarah Taman Mayura
Dan Pura Meru Di Cakranegara, Pura Suranadi Dan Taman Narmada.
Tentang
Kemaliq Lingsar, Beberapa Sumber Menyebutkan Bahwa Sudah Ada Sejak Orang Bali
Belum Datang Di Lombok, Sebagai Tempat Pemujaan Bagi Orang Sasak Penganut “
Waktu Telu “. Tentang Ajaran “ Waktu Telu “ Itu Sendiri Pada Dasarnya Merupakan
Perpaduan ( Sinkriteisme ) Antara Berbagai Unsur Ajaran Agama Atau Kepercayaan,
Yaitu Hindhu ( Adwanta ), Islam ( Sufisme ) Dan Panteisme. Jadi Animisme Dan
Mistik Dapat Diterima Secara Suka Rela Oleh Penduduk Lombok ( Suku Sasak ) Pada
Waktu Itu.
Agama
Hindu Yang Di Bawa Oleh Orang Bali Mengajarkan Bahwa Ajaran Agama Hindhu Tidak
Boleh Dipaksakan Kepada Orang Yang Beragama Lain. Yang Boleh Dipaksakan Oleh
Raja ( Bali ) Pada Waktu Itu Hanyalah Bahwa Semua Orang Harus Menyampaikan
Terima Kasih Kepada Tuhan, Menurut Caranya Masing-Masing. Berdasar-kan Prinsip
Itu Maka Pembangunan Yang Dilakukan Oleh Raja Anak Agung Made Karangasem Pada
Akhir Abad Ke 19 Di Tempat Yang Sekarang Kita Kenal Sebagai Taman Lingsar ialah
: a) Bangunan pura gaduh untuk pemeluk agama Hindhu –
Budha dan; b) Bangunan
Kemaliq untuk penganut ajaran Waktu Telu.
Kedua
bangunan tersebut boleh digunakan kapan saja menurut keperluan masing-masing.
Sekali dalam setahun diadakan upacara bersama, yaitu perang topat. Pada hari
yang sama mereka melaksanakan kegiatan ritual di tempat masing-maisng ( pura
dan kemaliq ) sesuai dengan caranya masing-masing.
Menurut
system pemerintahan bali, raja memegang pemerintahan pengadilan, dan agama.
Maka pembangnuan pura yang terletak di dalam kompleks taman lingsar itupun ditangani
oleh pihak kerajaan. Ketika belanda datang ( berkuasa ), urusan pemerintahan
dan pengadilan diambil alih, sedangkan urusan keagamaan tetap dipegang oleha
raja. Dengan latar belakang sejarah yang demikian itulah maka dua buah bangunan
sarana kegiatan ritual keagamaan dari dua kelompok masyarakat yang berbeda
berada pada satu kompleks. Pengelolaan kompleks taman itu hingga kini berada
pada satu instansi, yaitu Krama Pura Lingsar.
Perang
topat diselenggarakan pada bulan ke enam menurut perhitungan kalender bali,
atau bulan ke tujuh menurut kalender sasak biasanya sekitar bulan November /
Desember tarikh masehi. Pada dasarnya, upacara itu dilakukan sebelum menanam
padi, tetapi sudah masuk musim penghujan. Pokok pikiran awal diselenggarakannya
upacara perang topat ialah sebagai pengungkapan kegembiraan dan rasa terima
kasih kepada Yang Maha Kuasa. Dasar pemikirannya adalah untuk mengembalikan
hasil tanah ( berupa ketupat ) ke asalnya ( tanah di Lingsar ), hasil itu
digunakan sebagai pupuk ( sasak “ bubus lowong “ ) untuk benih padi yang akan
di tanam. Upacara ini dihadiri oleh warga subak ancar. Biaya penyelenggaraan
upacara pun dari subak. Orang sasak penganut ajaran “ waktu telu ‘ pada umumnya
percaya bahwa di Lingsar itu Raden Mas Sumilir dari kerajaan medayain ( dekat
bertais sekarang ), yang kemudian ditandai dan dikunjungi, sebagai tempat
meminta kesuburan hujan. Lontar mengenai silsilah raja yang moktah itu dibaca
setiap tanggal 12 robi ‘ul awal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar