Rabu, 22 Oktober 2014

TAMAN LINGSAR



TAMAN LINGSAR 
Di Desa Lingsar terdapat sebuah taman peninggalan sejarah dan purbakala yang cukup terkenal. Di dalamnya terdapat dua jenis sarana kegiatan ritual keagamaan dari dua kelompok masyarakat dengan latar belakang sejarah dan suku yang berbeda.  Di antara keduanya menamakan peninggalan bersejarah ini dengan sebutan yang berbeda  menurut kepentingan masing-masing. Akan tetapi dalam tulisan ini disebut Taman Lingsar saja. Di dalam taman ini terdapat dua buah bangunan pura yang penting yaitu Pura Ulon dan Pura Gaduh. Pura Ulon Merupakan bangunan pertama di Lingsar terletak di sebelah timur kompleks Taman Lingsar sedangkan Pura Gaduh terletak di dalam kompleks taman, masyarakat umum mengenalnya dengan sebutan Pura Lingsar saja.Kompleks bangunan ini dibedakan menjadi beberapa bagian atau kelompok bangunan yaitu :
·      Kompleks kolam kembar bagian paling depan,
·      Halaman taman bagian atas di depan pura,
·      Halarnan bencingah bagian bawah depan kemaliq,
·      Kelompok  bangunan pura di depan pagar,
·      Kelompok bangunan kemaliqdengan pesiraman di dalam pagar,
·      Telaga ageng di sebelah selatan,
·      Pancuran sembilan yaitu tempat pemandian laki-laki.Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam kompleks taman initerdapat pura dan kemaliq.
·      Adapun fungsi masing-masing antaralain:
·      Pura merupakan saranakegiatan ritual bagi pemeluk agama Hindu, padaumumnya bagi masyarakat Bali.
·      Kemaliq merupakan saranakegiatan ritual bagi wargamasyarakat Wetu Telu yang pada umumnya dari suku Sasak.
 Kedua kompleks bangunan ini letaknya bersebelahan, menempati sisi sebelah timur kompleks taman. Antara keduanyadibatasi oleh pagar tembok. Pada tembok pembatas tersebut terdapatdua buah pintu penghubung. Secara visual tampak dari luar sebagaisebuah bangunan.Dalam perkembangan selanjutnya, kemaliq tidak hanyadigunakan sebagai tempat pemujaan bagi orang-orang suku Sasak saja tetapi banyak juga warga keturunan China yang berkunjungkemari. Mereka pada umumnya penganut ajaran agama Budha KongFu Tse. Dengan demikian kelompok masyarakat yang melakukan pemujaan di tempat ini menjadi bertambah. Suatu bentuk kebhinekatunggalikaan yang sangat unik. Di lihat dari sisi kultur Taman Lingsar memiliki keunikan tersendiri sehinggakeberadaannya menarik banyak pihak-pihak yang merasa berkepentingan, sehingga semakin banyak pula pihak yang menaruh perhatian. Sebagai sebuah obyek peninggalan,sejarah dan purbakaladengan ciri yang khas dan unik. Taman Lingsar ini berfungsi sebagaitempat ritual keagamaan, sarana rekreasi dan fungsi sosial bagimasyarakat sekitarnya.Di tinjau dari segi usia dan keberadaannya, pura di tamanLingsar ini termasuk bangunan pura yang tertua di Pulau Lombok.Dibangun pada masa awal kedatangan orang Bali di Lombok denganmaksud untuk menetap yaitu pada akhir abad ke 17 M.
Latar  belakang sejarah dari Taman Lingsar tidak dapat dipisahkan dariTaman Mayura, Pura Meru di Cakranegara, Pura Suranadi di Suranadi, dan Taman Narmada, sedangkan kemaliq sebenarnya sudah ada sebelum orang Bali datang di Lombok sebagai tempat pemujaan bagi penganut Wetu Telu.  Ajaran Wetu Telu pada dasarnya merupakan perpaduan antara agama Hindu (Adwanta), agama Islam (sufisme), dan panteisme. Agama Hindu yang di bawa oleh orang-orang Bali pada waktu itu tidak boleh dipaksakan kepada orang lain. Yang boleh dipaksakan oleh raja Bali pada waktu itu hanyalah bahwa semuaorang harus menyampaikan terima kasih kepada Tuhan menurut caranya masing-masing. Berdasarkan prinsip tersebut, Raja Anak Agung Made Karangasem pada akhir abad ke-19 M membangun Taman Lingsar. Oleh sebab itu, kedua bangunan tersebut boleh digunakan kapan saja menurut keperluan masing-masing. Sekali dalam setahun diadakan upacara bersama yaitu Perang Topat. Pada hari yang sama mereka mengadakan kegiatan ritual di tempatmasing-masing (Pura dan Kemaliq) sesuai dengan cara masing-masing. Orang sasak penganut ajaran Wetu Telu pada umumnya percaya bahwa di Lingsar itu Raden Mas Sumilir dari kerajaan Medayin (dekat Bertais sekarang) sering mengunjungi tempattersebut untuk meminta kesuburan hujan. Lontar tentang silsilah raja tersebut dibaca setiap tanggal 12Rabiul-Awal tahun Hijriyah. Perang Topat diselenggarakan pada bulan keenam menurut perhitungan kalender Bali atau bulan ketujuh menurut kalender Sasak. Biasanya pada bulan November/Desember.
Pada umumnya upacara tersebut diadakan sebelum menanam padi, tetapi sudah masuk musim penghujan.  Perang topat dilaksanakan sebagai wujud kegembiraan dan rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa dengan mengembalikan hasil tanam (berupa ketupat) ke asalnya (tanah di Lingsar) biasanya ketupat-ketupat tersebut dipercaya sebagai pupuk (sasak : bubus lowong) agar benih padi yang akan ditanam dapat berhasil dengan baik. Kegiatan upacara ini dihadiri oleh warga "Subak Ancar". Di dalam sistem pemerintahan Bali pada waktu itu, rajamemegang pemerintahan, Pengadilan dan agama. Ketika Belanda datang  berkuasa urusan  pemerintahan dan pengadilan diambil alih sedangkan urusan keagamaan tetap dipegang oleh raja, maka dua buah bangunan sarana kegiatan ritual keagamaan tersebut beradadalam satu kompleks. Dan kini, pengelolaan kompleks itu berada pada satu institusi yaitu Krama Pura Lingsar.

TAMAN LINGSAR

a)    Lokasi
Di Desa Lingsar Terdapat Sebuah Taman Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Yang Cukup Terkenal.  Di Dalamnya Terdapat Dua Jenis Sarana Kegiatan Ritual Keagamaan Dari Dua Kelompok Masyarakat Dengan Latar Belakang Agama Dan Suku Bangsa Yang Berbeda. Antara Keduanya Menamakan Peninggalan Bersejarah Ini Dengan Sebutan Yang Berbeda Menurut Kepentingan Masing-Masing. Oleh Karena Itu Dalam Tulisan Ini Hanya Disebut Nama “ Taman Lingsar “ Saja. Sesuai Dengan Lokasi Keberadaanya.
Taman Ini Terletak Di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Berjarak Kurang Lebih 7,5 Dari Kota Mataram. Prasarana Jalan Menuju Tempat Ini, Baik Dari Kota Mataram Maupun Dari Bandar Udara Selaparang, Berupa Jalan Beraspal Yang Cukup Bagus, Sehingga Mudah Dikjangkau Dengan Segala Jenis Kendaraan.

b)   Ukuran Dan Luas
Taman Di Sekitar Pura Dan Kemaliq Lingsar Ini Pada Mulanya Sangat Luas, Tidak Kurang Dari 40.000 Meter Persegi. Beberapa Bagian Dari Taman Ini Sekarang Telah Berubah Menjadi Lahan Pertanian Dan Kebun, Misalnya Sawah Yang Terletak Di Sebelah Selatan Telaga Ageng. Bagian Sebelah Barat Kolam Kembar, Dan Kebun Manggis Yang Terletak Di Sebelah Timur Kelompok Banguna Pura Dan Kemaliq.
Pembenahan Taman Yang Dilakukan Oleh Dinas Pariwisata Tk.I Nusa Tenggara Barat Dalam Bentuk Pembuatan Gapura Dan Pagar Keliling Kompleks Kolam Kembar Pada Tahun 1993-1995, Praktis Mengubah ( Mengurangi ) Luas Taman, Karena Di Sebelah Barta Kolam Kembar Itu Masih Terdapat Sebuah Kolam Yang Sebenarnya Merupakan Bagian Dari Taman. Tetapi Dengan Dibuatnya Pagar, Kolam Yang Di Sebelah Barat Itu Kini Menjadi Terletak Di Luar Taman Dan Kondisinya Menjadi Semakin Kurang Terawat.
Di Dalam Kompleks Taman Ini Terdapat Dua Kelompok Banguna Sarana Kagiatan Ritual Keagamaan, Yaitu Sebuah Pura Dan Sebuah Kemaliq. Di Halaman Depan Pura Dan Kemaliq Terdapat Beberapa Buah Bangunan Terbuka, Yaitu :
a.       Pada Halaman Ats, Depan Pura Terdapat Dua Buah Bale Jajar Dengan Luas Masing-Masing 56.22 Meter Persegi Dan Satu Buah Bale Bundar, Luasnya 36 Meter Persegi;
b.      Pada Halaman Bawah, Disebut Halaman “ Bencingah “, Di Depan Kemaliq Terdapat Dua Buah Sekepat Dengan Luas Masing-Masing 4,84 Meter Persegi, Dan Dua Buah Dapur Yang Luasnya 10,5 Dan 29,7 Meter Persegi. Kompleks Taman Ini Dapat Dikelompokkan Menjadi Beberapa Bagian Atau Kelompok Bangunan, Yaitu : 1)    Kompleks Kolam Kembar ( Bagian Paling Depan ) ( 5.585,40 M2 ); 2)   Halaman Taman Bagian Atas ( Di Depan Pura Dan Sekitarnya ) ( 9.339,26 M2 ); 3)   Halaman “ Bencingah “ ( Bagian Bbawah, Depan Kemaliq ) ( 1.920,00 ); 4)   Kelompok Banguna Pura ( Di Dalam Pagar )
1.179,80 ); 5)   Kelompok Banguna Kemaliq, Termasuk “ Pesiraman “ ( Di Dalam Pagar ) ( 1.320,00 M2 ); 6)   Telaga Ageng ( Kolam Besar, Disebelah Selatan ) ( 6.230,00 M2 );  7)   Pancuran Sembilan ( Tempat Pemandian Laki-Laki ) Dan Sekitarnya ( 1.089,00 )
_________________________________________ +
Jadi Jumlah Keseluruhan Nya = 26.663,34 M2

c)    Fungsi
Telah Dijelaskan Bahwa Di Dalam Kompleks Taman Ini Terdapat Pura Dan Kemaliq. Pura Merupakan Sarana Kegiatan Ritual Bagi Pemeluk Agama Hindhu, Pada Umumnya Dari Masyarakat Suku Bali. Kemaliq Merupakan Sarana Kegiatan Ritual Bagi Penganut Ajaran “ Waktu Telu “, Pada Umumnya Dari Suku Sasak. Kedua Kelompok Taman. Antara Keduanya Dibatasi Oleh Pagar Ttembok. Pada Tembok Pembatas Itu Terdapat Dua Buah Pintu Penghubung. Secara Visual, Dari Luar Tampak Sebagai Satu Kesatuan.
Dalam Perkembangan Selanjutnya, Kemaliq Tidak Hanya Digunakan Sebagai Tempat Pemujaan Bagi Orang-Orang Suku Sasak Saja, Tetapi Banyak Juga Warga Keturunan Cina Yang Berkunjung Kemai. Mereka Pada Umumnya Penganut Agama Budha Dan Kong Fu Tse. Dengan Demikian Kelompok Masyarakat Yang Melakukanpemujaan Di Tempat Ini Menjadi Bertambah. Suatu Bentuk “ Kebhineka Tunggal Ikaan “ Yang Unik.
Dari Penjelasan Tersebut Ditinjau Dari Sudut Cultural Taman Linggsar Memiliki Keunikan Tersendiri, Sehingga Keberadaanya Sangat Menarik Bagi Pihak-Pihak Yang Menangani Bidang Kepariwisataan. Semakin Banyak Pihak Yang Merasa Berkepentingan, Semakin Banyak Pula Pihak Yang Menaruh Perhatian, Sehingga Penanganan Taman Lingsar Menjadi Semakin Kompleks Dan Rumit.
Sebagai Sebuah Objek Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Dengan Cirri Yang Khas Dan Unik, Taman Lingsar Kini Mengemban Berbagai Fungsi Yaitu Sebagai Tempat Kegiatan Ritual Keagamaan, Sarana Rekreasi Fungsi Social Bagi Masyarakat Di Sekitarnya.

d)   Status
Sesuai Dengan Usia Maupun Latar Belakang Keberadaannya, Tidak Diragukan Lagi Bahwa Taman Lingsar Merupakan Objek Benda Cagar Budaya Sebagaimana Dimaksud Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Pasal 1.
Bangunan Pura Dan Kemaliq Lingsar, Sejak Awal Dibangun Hingga Kini Tetap Digunakan Sebagai Sarana Kegiatan Ritual Keagamaan. Oleh Karena Itu, Status Taman Lingsar Merupakan Benda Agar Budaya Yang Masih Dimanfatkan Sebagaimana Fungsinya Semula (Living Monument). Status Kepemilikiannya Ada Pada Karma Pura Lingsar. Karena Kedudukannya Sebagai  Benda Cagar Budaya, Maka Pemeliharaan Dan Pemanfaatannya Di Bawah Pengawasan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

e)    Latar Belakang Sejarah
Di Lingsar Terdapat Dua Buah Bangunan Pura Yang Penting, Yaitu Pura Ulon Dan Pura Gaduh. Pura Ulon Merupakan Bangunan Pura Yang Pertama Di Lingsar, Terletak Di Sebelah Timur Kompleks Taman Lingsar. Pura Gaduh Terletak Di Dalam Kompleks Taman, Masyarakat Umum Mengenalnya Dengan Sebutan Pura Lingsar Saja.
Ditinjau Dari Segi Usia Dan Sejarah Keberadaanya, Pura Di Lingsar Termasuk Bangunan Pura Tertua Di Lombok. Dibangun Pada Masa Awal Kedatangan Orang Bali Di Lombok Dengan Maksud Untuk Menetap. Pada Akhir Abad Ke 17. Latar Belakang Sejarah Keberadaannya Taman Lingsar Tidak Dapat Dipisahkan Dengan Sejarah Taman Mayura Dan Pura Meru Di Cakranegara, Pura Suranadi Dan Taman Narmada.
Tentang Kemaliq Lingsar, Beberapa Sumber Menyebutkan Bahwa Sudah Ada Sejak Orang Bali Belum Datang Di Lombok, Sebagai Tempat Pemujaan Bagi Orang Sasak Penganut “ Waktu Telu “. Tentang Ajaran “ Waktu Telu “ Itu Sendiri Pada Dasarnya Merupakan Perpaduan ( Sinkriteisme ) Antara Berbagai Unsur Ajaran Agama Atau Kepercayaan, Yaitu Hindhu ( Adwanta ), Islam ( Sufisme ) Dan Panteisme. Jadi Animisme Dan Mistik Dapat Diterima Secara Suka Rela Oleh Penduduk Lombok ( Suku Sasak ) Pada Waktu Itu.
Agama Hindu Yang Di Bawa Oleh Orang Bali Mengajarkan Bahwa Ajaran Agama Hindhu Tidak Boleh Dipaksakan Kepada Orang Yang Beragama Lain. Yang Boleh Dipaksakan Oleh Raja ( Bali ) Pada Waktu Itu Hanyalah Bahwa Semua Orang Harus Menyampaikan Terima Kasih Kepada Tuhan, Menurut Caranya Masing-Masing. Berdasar-kan Prinsip Itu Maka Pembangunan Yang Dilakukan Oleh Raja Anak Agung Made Karangasem Pada Akhir Abad Ke 19 Di Tempat Yang Sekarang Kita Kenal Sebagai Taman Lingsar ialah : a)    Bangunan pura gaduh untuk pemeluk agama Hindhu – Budha dan;  b)  Bangunan Kemaliq untuk penganut ajaran Waktu Telu.
Kedua bangunan tersebut boleh digunakan kapan saja menurut keperluan masing-masing. Sekali dalam setahun diadakan upacara bersama, yaitu perang topat. Pada hari yang sama mereka melaksanakan kegiatan ritual di tempat masing-maisng ( pura dan kemaliq ) sesuai dengan caranya masing-masing.
Menurut system pemerintahan bali, raja memegang pemerintahan pengadilan, dan agama. Maka pembangnuan pura yang terletak di dalam kompleks taman lingsar itupun ditangani oleh pihak kerajaan. Ketika belanda datang ( berkuasa ), urusan pemerintahan dan pengadilan diambil alih, sedangkan urusan keagamaan tetap dipegang oleha raja. Dengan latar belakang sejarah yang demikian itulah maka dua buah bangunan sarana kegiatan ritual keagamaan dari dua kelompok masyarakat yang berbeda berada pada satu kompleks. Pengelolaan kompleks taman itu hingga kini berada pada satu instansi, yaitu Krama Pura Lingsar.
Perang topat diselenggarakan pada bulan ke enam menurut perhitungan kalender bali, atau bulan ke tujuh menurut kalender sasak biasanya sekitar bulan November / Desember tarikh masehi. Pada dasarnya, upacara itu dilakukan sebelum menanam padi, tetapi sudah masuk musim penghujan. Pokok pikiran awal diselenggarakannya upacara perang topat ialah sebagai pengungkapan kegembiraan dan rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa. Dasar pemikirannya adalah untuk mengembalikan hasil tanah ( berupa ketupat ) ke asalnya ( tanah di Lingsar ), hasil itu digunakan sebagai pupuk ( sasak “ bubus lowong “ ) untuk benih padi yang akan di tanam. Upacara ini dihadiri oleh warga subak ancar. Biaya penyelenggaraan upacara pun dari subak. Orang sasak penganut ajaran “ waktu telu ‘ pada umumnya percaya bahwa di Lingsar itu Raden Mas Sumilir dari kerajaan medayain ( dekat bertais sekarang ), yang kemudian ditandai dan dikunjungi, sebagai tempat meminta kesuburan hujan. Lontar mengenai silsilah raja yang moktah itu dibaca setiap tanggal 12 robi ‘ul awal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar