Nama: Ni Wayan Mariaseh
Kelas: Dharma Acarya, VI B
NIM : 131 111 33
RINGKASAN MANDUKYA UPANISAD
Mandukya Upanisad termasuk dalam Atharva weda yang terdiri dari dua belas mantra berisi penjelasan tentang azas tiga unsur a, u dan m yang berhubungan dengan tiga keadaan yakni waktu terjaga, mimpi dan tidur tanpa mimpi. Atman yang maha tinggi terwujud dalam alam ini pada bentuk kasar, yang halus dan yang mempunyai segi sebab musababnya.
Mandukya Upanisad memberikan jawaban atas 4 kesadaran waktu terjaga, mimpi, tidur tanpa mimpi dan kesadaran rohani, ada segi-segi dari kepribadian Tuhan, yang terakhir ini saja yang mencakup semua dan yang sesungguhnya nyata.
Mandukya Upanisad dalam naskah Devanagari aslinya terdiri dari dua belas mantra yang didalamnya berisikan hubungan antara suku kata tunggal “OM” dengan tingkat masing-masing kesadaran pada manusia.
Kata Mandukya Upanisad yang berasal dari bahasa Sanskerta memiliki arti sebenarnya adalah “kodok”, yang merupakan kiasan yakni dimana kodok selama musim kemarau biasanya bertempat tinggal dalam lumpur, dibalik tumpukan sampah dan kolam atau sebagainya, dan ketika musim hujan tiba barulah mereka berkuak-kuak menyampaikan pesan bahwa sawah dan ladang telah mendapat genangan air hujan. Situasi ini digunakan untuk menggambarkan keberadaan para “Samnyasin”, yang sebagian besar menghabiskan hidupya dalam kesunyian hutan untuk melakukan meditasi, perenungan dan kontemplasi; dan pada saat musim hujan tiba, mereka keluar menuju dunia ramai untuk menyampaikan ajaran kebenaran yang menurut pendengaran agak kasar dan menyentak telinga orang-orang yang kebanyakan tabiat nya bersifat materialistis.
Madukya Upanisad ini diajarkan oleh Gaudapada, yakni kakek Sri Sankara carya yang berasal dari Gauda desa (utara Benggala). Madukya Upanisad terdiri dari empat bab yakni Agama Prakarana, Vaitathya Prakarana, Advaita Prakarana dan Alata Santi Prakarana. Dalam bab pertama diuraikan tentang dua belas sloka asli dari Madukya Upanisad, disertai dengan dua puluh sembilan buah sloka berupa Karika dari Gaudapada. Karena Madukya Upanisad bertindak selaku bingkai bagi sulaman artistiknya Gaudapada dibidang filsafat. Sebuah buku yang masuk dalam kategori Prakarana adalah buku tentang perintah (Upadesa Grantha), sehingga sesuai dengan namanya disetiap sloka diikuti dengan beberapa perintah atau ajaran yang bermanfaat bagi seorang calon spiritual dalam mengembangkan kematangan spiritualnya serta mewujudkan kebenaran mutlak.
Pada bab kedua Madukya Upanisad diuraikan 38 sloka Gaupada yang berisi tentang sifat pengkhayalan dari dunia fenomena kejamakan. Pengkhayan tersebut didasarkan pada penalaran dan logika dari semua realitas. Beberapa pengkhayalan tersebut ialah:
a. Kesadaran atau pengalaman mimpi adalah tidak nyata.
b. Kesadaran atau pengalaman jaga juga merupakan khayalan.
c. Atman yang mencerahi sendiri melalui daya-daya mengkhayalannya sendiri.
d. Sang penguasa, yaitu Atman dengan pikirannya mengarah keluar.
e. Dalam kenyataannya, Atman sama sekali tidak memiliki pikiran.
f. Pengamatan jaman dahulu dilukiskan sebagai ”terbebasnya dari segala hal keterikatan, ketakutan dan kemarahan”.
g. Tak seorangpun didunia ini yang kedapatan jatuh cinta dengan bayangannya sendiri.
h. Keadaan dimana semua ketakutan berakhir adalah keadaan tidur lelap penuh kebahagiaan.
Bab tiga dari Mandukya Purana terdiri dari 48 sloka yang didalamnya berisi tentang realitas dari Brahman, Atman dan Jiva, kebahagiaan tertinggi, karmaphala, pengendalian pikiran, dan Maya atau khayalan serta penjelasan tentang keberadaan obyek-obyek diluar maupun didalam diri. Dan sedikit juga disinggung mengenai tingkatan realisasi Sang Diri Tertinggi.
Alata Santi Prakarana yakni bab terakhir dari Mandukya Purana yang tak lain merupakan bab penutup, terdiri dari 100 sloka yang mengetengahkan berbagai macam argumentasi dalam menyanggah bantahan-bantahan yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang ingin mengecilkan peranan Gaudapada dalam hal memberikan penjelasan keseluruhan permasalahan dalam bab-bab sebelumnya. Oleh karena itu, akan banyak dijumpai pengulangan sloka-sloka yang nampaknya memberikan penegasan terhadap argumentasi yang telah dinyatakan, sehingga pada bab ini paling banyak terdapat sloka Karika untuk menanggapi berbagai bantahan yang dilontarkan dari berbagai aliran filsafat lainnya.
Pentingnya AUM juga dijelaskan dalam Madukya Purana sebagai berikut, Aksara AUM menjadi lambang Brahman, diartikan sebagai dunia yang terwujud, yang silam, yang sekarang dan yang akan datang dan juga yang mutlak yang tidak terwujud. Aksara ini adalah apa saja yang ada disini. Penjelasannya adalah: apa saja yang merupakan keadaan masa silam, sekarang dan akan datang semua ini adalah aksara aum. Dan apa saja yang berada diluar waktu yang dikalikan tiga, itu juga hanyalah aksara aum.
Seorang siswa Vedantik yang jalan utamanya bermeditasi terhadap realitas tanpa wujud yaitu Atman, awalnya juga memerlukan beberapa konsep untuk bisa menancakan perhatiannya dan belajar bermeditasi. Untuk hal ini, sbuah arca suci diberikan disini oleh Sruti, ketika ia menjelaskan meditasi terhadap AUM sebagai suara dan bukan suatu wujud secara pasti jauh lebih sulit penggunaannya sebagai alat meditasi. Suara “A” merupakan dasar dari suara, manusia hanya perlu membuka mulut dan menghembuskan sedikit udara dan yang dihasilkan adalah suara awal “A”. ketika seorang bayi baru lahir, suara pertama yang ia gunakan untuk menunjukan keberadaannya di dunia adalah teriakan “A”. Huruf “A” merupakan yang pertama dari seluruh suara dan keakuan keadaan jaga.
Keakuan yang dibangkitkan sebagai hasil dari identifikasi kita dengan badan halus kita, yang disebut si pemimpi, yang mendapat kepuasaan dalam suatu dunia obyek halus batin, yang mengalami mimpinya, adalah yang ditumpangkan pada huruf kedua “AUM” yaitu suara “U”. Salah satu gambaran umum yang ditunjukan Upanisad dimana huruf “U” mengikuti huruf “A” sehingga disebut “keunggulan”. Huruf “U” berada antara “A” dan “M” dalam “AUM” sehingga keberadaan mimpi berada diantara keadaan terjaga dan keadaan tidur lelap.
Mereka yang bermeditasi pada suara “U” dalam pengucapan “OM” dan dengan mempertahankan penyamaan anatara “U” dan badan halus, mengembangkan pikiran dan kecerdasannya pada kesempurnaan luar biasa, dimana secara pasti ia akan mencapai pengetahuan unggul dan ia akan membuktikan dirinya di dunia jenius luar biasa. Bahkan sekarang ini, di dunia persaingan dan keasyikan mencari uang, selalu ada pemujaan yang cukup terhadap kecerdasan yang lebih besar. Bahkan di negara dimana Dollar diagungkan, terdapat altar khusus dimana orang-orang memuja kepercayaan ataupun kecerdasan otak.
Sama halnya dengan hal itu suara “M” dalam “AUM” dan keadaan kesadaran tidur lelap dalam kehidupan. Dalam pengucapan “AUM” huruf “A” dan huruf “U” menggabungkan dirinya kedalam suara akhir “M”. Mereka yang mewujudkan identitas ini mampu mengukur segala maknaa, membedakan diantara benda-benda dan untuk memahami serta memperkirakan kejadian didalam maupun diluar dari dirinya.
Referensi:
Maswinara, I Wayan. 2001. Mandukya Upanisad. Surabaya: PARAMITA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar